Mengenal Feminisme, Etika Kepedulian, & Kritik Terhadapnya.

Safero Ardiwinata
10 min readNov 10, 2020

--

The true republic: men, their rights, and nothing more; women, their rights, and nothing less.- Susan B. Anthony

Salam hangat untuk teman-teman sekalian, kali ini kita akan sedikit membahas tentang feminisme yang sedang naik daun di masyarakat kita, yaitu masyarakat lampung.

Dalam pembahasan dan diskusi feminisme, arah pembahasannya adalah sejarah kultural manusia atau lebih tepatnya adalah sejarah peradaban manusia. Dalam hal ini perempuan secara ‘sosial’ dirampas haknya oleh laki-laki.

Baik dari bidang filsafat, ekonomi, politik, sains dll. Perempuan sering kali dinomor duakan oleh laki-laki, dari keresahan tersebut, agar tidak terjadi salah kaprah, kenapa tidak kita diskusikan saja bersama sama feminisme itu.

Jadi mari saja kita mulai, pembahasan kita kali ini, siapkan kopi, selimut, atau cemilan dan cari tempat yang nyaman untuk membaca!

Bagian I : Pendahuluan

Sebelumnya saya ingin meminta maaf terlebih dahulu kepada teman-teman, karena saya merasa tulisan kali ini kurang tajam. Karena saya sebagai penulis artikel ini adalah seorang laki-laki. Menurut saya, saya kurang pantas atau sedikit cacat dalam menjelaskan apa itu feminisme dan etika kepedulian secara mendetail.

Saya juga sudah beberapa kali mencoba mengajak teman-teman perempuan yang berperspektif feminisme untuk bersama dengan saya untuk membuat artikel kali ini. Tetapi, setelah beberapa kali menunggu dan mencari, saya tidak menemukan teman perempuan untuk berdiskusi tentang feminisme.

Keterbatasaan tersebut yang sebenarnya membuat saya ragu-ragu untuk menulis artikel kali ini, karena percuma saja saya menulis artikel tentang perempuan tetapi saya adalah laki-laki. Saya menggunakan bahasa laki-laki, menulis artikel ini dengan pemikiran laki-laki, dan kosakata yang saya gunakan adalah kosakata laki-laki.

Bahkan jika saya sengeja membuat hal-hal tersebut terdengar seperti perempuanpun, hal yang saya lakukan adalah kesia-siaan, karena hal tersebut tidaklah otentik, atau tidak murni dari pemikiran perempuan.

Tetapi, atas perenungan yang panjang, saya berfikir dan sadar, jika artikel yang saya tulis kali ini tidak terlalu cacat secara persepektif perempuan. Kenapa begitu, bersyukurnya saya, karena saya dibesarkan oleh lingkungan matriarki ( dimana lingkungan didominasi oleh kaum perempuan).

Saya juga mau tidak mau harus mengikuti standar budaya perempuan dalam bersosialisasi dengan orang lain. Saya juga merasakan bagaimana perempuan hidup dengan tekanan serta ketidak adilan, tetapi mereka tetap berusaha untuk tidak tunduk pada budaya patriarki.

Dari bekal persepektif dan pengalaman saya semacam itu, yang membuat saya merasa, saya setidaknya mampu sedikit-sedikit membahas apa itu feminisme serta etika kepedulian.

Jika teman-teman perempuan mempunyai keresahan dan memiliki pemikiran yang lebih mendalam, saya sangat menunggu artikel semacam kritik untuk tulisan saya kali ini. Jujur saya menunggunya!

Bagian II : Mengenal Feminism

Menurut Wikipedia, Feminisme adalah serangkaian gerakan sosial, gerakan politik, dan ideologi yang memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk mendefinisikan, membangun, dan mencapai kesetaraan gender di lingkup politik, ekonomi, pribadi, dan sosial.

Feminisme menggabungkan posisi bahwa masyarakat memprioritaskan sudut pandang laki-laki, dan bahwa perempuan diperlakukan secara tidak adil di dalam masyarakat tersebut. Upaya untuk mengubahnya termasuk dalam memerangi stereotip gender serta berusaha membangun peluang pendidikan dan profesional yang setara dengan laki-laki.

Beranjak dari pengertian tersebut, secara singkat gerakan feminisme adalah gerakan untuk menyetarakan gender, perempuan, transgender dll untuk setara secara hukum, sosial, dan politik. Karena selama peradaban manusia, wanita selalu di nomor dua kan di bandingkan laki-laki yang selalu merasa superior!

Laki-laki dirasa lebih tinggi derajatnya dari pada seorang perempuan. Laki-laki dirasa lebih kuat dibandingkan perempuan. Tidak hanya itu secara ekonomi, pendapatan wanita di bandingkan laki-laki sangatlah timpang sekali, bahkan di negara-negara yang sudah sejahtera seperti negara Skandinavia. Seorang perempuan masih mendapatkan pendapatan lebih rendah dibandingkan laki-laki, karena dia hanya seorang perempuan.

Diranah politik, perempuan dalam sejarah pernah tidak mendapatkan hak suara untuk berpolitik atau menyampaikan pendapatnya. Ada juga yang berpendapat bahwa perempuan tidak cocok sebagai pemimpin karena perempuan dianggap terlalu emosional dan tidak rasional dalam menggambil suatu keputusan.

Dari kejadian itulah perempuan mulai marah dan mencoba menunjukan dirinya kalau sebenarnya mereka tidak berbeda secara sosial dengan laki-laki. Terdapat banyak sekali pergerakan perlawanan terhadap patriarki dan diskriminasi upah.

Di Amerika Serikat misalnya, terdapat berbagai aksi protes dari perempuan yang menuntut hak-haknya. Contohnya pada 1821 di Boston Manufacturing Company, para pekerja perempuan melakukan demonstrasi terhadap perusahaan dikarenakan upah mereka dipotong dengan sewenang-wenang.

https://www.gannett-cdn.com/presto/2020/08/03/USAT/fa35288a-9ba4-4f29-a59e-61d62f719e7c-VPC_OPINIONS_WOMEN_SUFFRAGE_DESK_THUMB.00_01_23_21.Still001.jpg?width=660&height=371&fit=crop&format=pjpg&auto=webp

Lalu pada tahun 1920an para pekerja perempuan berhasil mendorong untuk disahkannya berbagai peraturan tentang jam kerja, gaji, dan kondisi kerja bagi perempuan.

https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/2/2b/S_K_Trimurti_12_July_1947_KR.jpg

Di indonesia sendiri terdapat pula pergerakan perlawanan terhadap perusahaan. Pada tahun 1945 SK Trimurti (Menteri Perburuhan Pertama Indonesia), dan pergerakan buruh perempuan lainya, memperjuangkan hak buruh perempuan, seperti cuti haid, penghapusan diskriminasi upah, dan bebas dari kekerasan fisik.

Pergerakan pergerakan perempuan yang sukses pada saat itu membuat perempuan-perempuan lainnya terinspirasi untuk terus memperjuangkan hak-hak mereka agar menjadi perempuan yang mandiri secara sosial,yang tidak bergantung pada seorang laki-laki.

Bagian III : Hambatan Feminisme

Setiap pergerakan pasti ada hambatan-hambatan tidak hanya di masyarakat barat tetapi juga di masyarakat timur. Tetapi konsep feminisme rasanya menjadi lebih sulit diterpakan oleh masyarakat timur. Kenapa? Karena dalam kebudayaan timur, kebanyakan masyarakat tidak mengenal konsep individualitas, tetapi lebih mengenal dan kental dengan konsep kolektivitas, komunal atau komunitarisme.

Loyalitas terhadap komunitas lebih diutamakan dan didahulukan dibandingkan dengan kepentingan pribadi. Itu artinya identitas diri seseorang diperbolehkan atau bisa diterima jika masyarakat atau komunitas tersebut menyetujuinya.

Lucunya, dalam masyarakat timur yang juga kental akan spiritualitas dan keagamaan, kebanyakan pemimpin komunitas dipimpin oleh seorang laki -laki. Secara otomatis hal tersebut membuat masyarakat tersebut bersifat patriarkat.

Maka dari itu, konsep feminisme lebih dimungkinkan bisa hidup dalam masyarakat yang plural dan sekuler. Feminisme akan macet, mandek,dan stagnan dalam masyarakat yang teokratis dan singular.

Bagian IV : Etika Kepedulian Apakah Ciri Khas Perempuan?

Dalam memamanusiakan sesama manusia, kita sebagai manusia membutuhkan yang namanya moral atau juga etika. Dalam bersosialisasi kita harus mempunyai etika yang universal dalam memanusiakan sesama. Karena disaat bersosialisasi dengan orang lain, kita harus menganggap orang lain sebagai subjek bukan sebagai objek. Manusia dituntut secara sosial untuk bersikap adil dan baik terhadap orang lain.

Dalam dunia filsafat sebenarnya ada banyak jenis etika dalam memanusiakan sesama manusia. Tetapi, kali ini kita hanya akan membahas kedua etika besar saja. Yaitu Etika Kepedulian & Etika Keadilan.

Apa itu Etika Kepedulian dan apakah itu Etika Keadilan?

Etika kepedulian adalah teori etika normatif yang memegang keyakinan bahwa tindakan moral terpusat pada hubungan interpersonal dan kepedulian atau kecintaan sebagai nilai. Etika tersebut adalah salah satu inti teori etika normatif yang dikembangkan oleh kaum feminis pada paruh kedua abad kedua puluh.

Etika Kepedulian bersifat kontekstual dan situasional, berfokus pada orang yang kongkret dan kebutuhannya. Orang dilihat dalam hubungan personal dan sosial. Dengan hubungan-hubungan kesalingtergantungan dan keterlibatan emosional.

Sikap-sikap yang ditegaskan adalah peduli terhadap sesama, empati, hubungan kongkret antarorang atau sistem-sistem peraturan. Orang dilihat dalam ketentraman dalam sebuah konteks sosial tertentu dan bukan sebagai sebatang kara, atau people standing alone.

Sekarang kita masuk kedalam etika keadilan, dalam debat filsafat yang panas sampai saat ini, etika keadilan dirasa kurang tajam dalam menyelesaikan suatu permasalahan moral. Etika keadilan dirasa hanya ambil jalan tengah saja,dan hanya melihat secara garis besar saja. Hal tersebutlah yang membuat etika kepedulian menjadi pendukung, tetapi etika kepedulian tidak bisa dinomor duakan secara numerik. Etika Keadilan dan Etika Kepedulian harus berjalan seiringan dalam menyelesaikan persoalan moral.

Lalu apa itu etika keadilan?

Etika keadilan adalah, etika dengan kata kunci seperti hak, kewajiban, kontrak, fairness, ketimbal balikan dan otonomi, ia bertolak dari pandagan atomistik, dimana orang di lihat sebagai individu yang secara rasional (berdasarkan kepentingannya sendiri). Keadilan juga berlatar belakang, pencerahan, liberalisme, kosmopolitanisme dan universalisme.

Jadi keadilan pada laki-laki pada dasarnya adalah utilitariansime yang mengangap bahwa keadilan dan kebutuhan setiap orang setara dalam memenuhi kebutuhannya.

Kalau etika keadilan hampir secara eksklusif berfokus pada tindakan, maka etika kepedulian menegaskan bahwa kemampuan untuk menunggu, kesabaran, kepercayaan, dan mendegarkan.

Lalu kenapa etika keadilan lebih condong dengan etika laki-laki dan perempuan lebih peka terhadap etika kepedulian?

Etika keadilan lebih condong kepada laki-laki karena secara sejarah panjang peradaban, rata-rata pemimpin kelompok adalah laki-laki, jadi laki-laki dituntut secara moral untuk bersikap adil kepada semua, lak-laki harus adil terhadap keadilan orang banyak, tidak hanya berfokus pada individu atau kelompok kecil saja.

Lalu sekarang kenapa perempuan bisa lebih peka terhadap etika kepedulian? jawabannya adalah karena perempuan/betina melakukan parenting(pengasuhan) dan mengandung anaknya. Laki-laki tidak mengandung anaknya, investasi pengandungan dan pengasuhan yang dilakukan seorang laki-laki tidak sebanding dengan apa yang dilakukan oleh perempuan. Perempuan sejak dalam kandungan sudah melakukan parenting dan careing.

Bagian V : Kritik Sains dan Komunitarianisme

Pergerakan feminisme tidaklah berjalan mulus seperti yang dicita-citakan oleh para pendukungnya. Terdapat banyak sekali kritik yang menyerang feminisme. Dari sekian banyak kritik yang ada, saya lebih tertarik untuk membahas kritik dari komunitarianisme,dan kaca mata sains saja.

Dalam sejarahnya baik sejarah ilmu pengetahuan dan teologi. Perempuan memang sudah selalu di belakang laki laki. Dalam sejarah ilmu pengetahuan, Sejak zaman berburu pengumpul, dimana manusia masih membentuk kolompok-kelompok kecil untuk mencari dan berebut makanan dengan bintang lain, Laki-laki dianggap lebih perkasa dibandingkan perempuan.

Tidak hanya itu, dizaman tersebut pula perempuan selalu menjaga kandangnya, menjaga sarangnya, mendekorasi sarangnya agar terlihat indah dan nyaman. Lalu laki-laki yang berburu keluar untuk mencari makan. Hal tersebut yang menjadi dan membentuk budaya sampai sekarang yang membuat wanita lebih handal dalam bidang domestik kandang dibanding laki-laki yang lebih paham dalam navigasi jarak jauh.

https://www.idntimes.com/science/discovery/dahli-anggara/fakta-manusia-purba-c1c2/4

Dalam kepercayaan masyarakat juga seperti itu, perempuan sejak zaman perang sampai sekarang, dilarang untuk menjadi pemimpin. Perempuan harus berpakaian sesuasi dengan moralitas laki-laki. Perempuan adalah tulang rusuk adam dll.

Bahkan dalam mitologi yunani, Medusa yang awalnya adalah wanita paling cantik di Athena di kutuk oleh para dewa, Medusa diperkosa oleh Poseidon dan dikutuk sesudahnya. Padahal ajakan tersebut adalah ajakan dari Poseidon yang sangat menyukai Medusa. Tetapi kenapa Medusa yang dikutuk?

Dalam kaca mata sains, kita yang sebagai kingdom animalia khususnya mamalia, betina memang terprogram untuk di eksploitasi oleh alam. Karena pejantan/sel sperma faktanya bisa membuahi banyak betina yang memiliki sel telur, sedangkan betina yang mempunyai sel telur mempunyai batasan tertentu karena mereka harus menjaga dan membuahi seorang anak dalam jangka waktu yang relatif panjang.

Betina juga terekploitasi oleh alam dalam membesarkan anak. Pejantan lebih mudah meninggalkan bayi-bayinya karena cost pembuahan dari jantan sangat sedikit dibandingkan betina. Betina menanggung cost lebih ekstra, seperti menyusui anaknya, mengasuh, menjaga dll.

Hal tersebut membuat pejantan dirasa tidak terlalu dirugikan jika mereka meninggalkan anak-anaknya, sedangkan betina sangat dirugikan karena sudah melakukan investasi parental lebih banyak dibandingkan pejantan

Tetapi, dalam hubungan pernikahan sebenarnya betina bisa saja meninggalkan anaknya, tetapi jika dihitung, lagi-lagi betina dirugikan karena betina sudah ‘berinvestasi’ terlalu besar terhadap anak-anaknya dibandingkan laki-laki.

Kritik juga dilontarkan oleh mereka yang menjunjung tinggi komunitarianisme. Dalam budaya komunitarianisme feminisme tidak sejalan dengan kesepakatan-kesepakatan budaya yang sudah terbentuk. Dalam budaya komunitarianisme yang bersifat patriarki. Sebagai contoh di masyarakat kita masyarakat lampung yang turun temurun sudah bersifat patriarkatnya sudah melekat, sangat sulit rasanya feminisme untuk melebur kedalam masyarakat patriarkat karena kebiasaan tersebut biasanya sudah menjadi ciri khas kelompok tersebut.

Belum lagi di desa-desa yang tertinggal dan masih tradisional, yang rata-rata mempunyai local wisdom patriarkat, yang masih mempercayai kebenaran berdasarkan pemilik otoritas saja. Contohnya adalah ustad-ustad atau pendeta-pendeta yang rata-rata laki-laki.

Saya juga merasakan budaya desa yang masih mengandalkan anak putrinya untuk harus berdiam diri di rumahnya, mengurus pekerjaan rumah tangga, tidak boleh keluar rumah sampai larut malam, bahkan ada yang harus mengisolasi diri didalam tempat khusus saat anak putrinya menstruasi karena ia dianggap sedang kotor atau berdosa.

Bagian VI : Penutup & Jalan Tengah

Diakhir bagian dari artikel ini, saya lebih memilih jalan tengah untuk meliterasi atau membangun moral baru seperti feminisme. Saya sadar kita adalah bagian dari kebudayaan timur. Kita semua harus perlahan-lahan untuk mengubah struktur/moral/kebudayaan yang sudah turun-temurun dan sangat usang ini.

Tidak henti-hentinya saya ingatkan, perbedaan-perbedaan antara laki-laki dan perempuan sejatinya adalah perbedaan dan deskriminasi sosial saja. Secara kaca mata sains, faktanya pejantan dan betina memanglah berbeda sama sekali. Jadi yang kita dukung kali ini adalah ranah etis. Bukan ranah empiris.

Jadi, jika sewaktu-waktu kita ditanya apakah perempuan dan laki-laki itu setara atau tidak? kita yang harus cermat-cermat untuk menjawab bahwa memang seharusnya perempuan dan laki-laki itu setara tetapi tidak sama.

Juga soal etika keadilan dan etika kepedulian, seharusnya kedua etika itu harus melebur satu sama lain. Karena kalau kita tidak mau bersikap baik terhadap orang lain, tidak ada alasan apapun mengapa kita harus bersikap adil kepadanya. Orang hanya mau bertindak adil karena ia mau bersikap baik. Kebaikan merupakan syarat agar keadilan yang sudah diandaikan secara moral tidak menjadi cacat.

Jadi jika seseorang mau bersikap adil, ia harus peduli. Dan itu berarti, keutamaan dasar moral adalah kebaikan hati. Etika keadilan dan etika kepedulian juga harus dipandang sebagai etika nongender, karena jika tidak, jurang diantara keduanya akan terus-terusan meluas.

Walaupun etika keduanya memiliki ciri khas gender tersendiri, tetapi menurut saya etika tersebut harus mulai sama-sama menjembatani satu sama lain.

Nah, teman-teman sekalian, perempuan untuk saat ini memang tertindas oleh laki-laki secara hak, kita harus membangun bersama dan meliterasi masyarakat dengan cara yang tepat, tidak secara radikal, dan tidak juga acuh terhadapnya.

Feminisme harus melebur kedalam masyarakat dengan cara yang memang khas perempuan yaitu dengan kepedulian, kesabaran dan cinta. Pergerakan feminisme harus pintar-pintar membaca situasi masyarakat yang ada. Memaksakannya hanya akan menjadikan feminisme menjadi musuh bagi mereka si kaum misoginis

Melakukan pergerakan yang dengan cara kekerasan atau marah-marah menurut saya bukanlah ciri khas dari perempuan. Kita harus mendidik, mengasuh masyarakat dengan penuh kasih untuk menyetarakan perempuan secara sosial, politik, dan ekonomi.

Terima kasih, untuk saat ini hanya sampai disini saja pembahasan kita kali ini. Salam hangat dan salam sehat untuk kita semua.

Referensi.

Pijar Pijar Filsafat — Franz Magnis Suseno.

--

--

Safero Ardiwinata
Safero Ardiwinata

No responses yet